Baca Juga
Papan larangan Gojek, GrabBike dan Uber Taxi. |
Ahli digital forensik Indonesia, Ruby
Alamsyah, mengungkapkan adanya bahaya yang mengintai konsumen pengguna
jasa transportasi berbasis aplikasi, terkait data pribadi yang mereka
masukkan secara sukarela saat mendaftar penggunaan aplikasi.
Data itu bisa secara bebas digunakan oleh perusahaan pengelola
aplikasi, tanpa bisa mendapatkan perlindungan dari negara. Hal ini
karena di Indonesia belum ada payung hukum yang mengatur mengenai
perlindungan data pribadi.
"Mereka melakukan itu, (aplikasi) Grab, Uber, melakukan pengumpulan big data analisis, data intelijen itu semua, dan tidak bisa dilawan," jelas Ruby dalam acara Indonesia Lawyers Club di tvOne, Selasa, 15 Maret 2016.
Tindakan pengumpulan data ini bisa diperjualbelikan pada perusahaan
untuk mensurvei pangsa pasar mereka. Termasuk menyuguhkan iklan sesuai
kebutuhan profil produk yang akan ditawarkan.
"Jadi kenapa Google besar dari advertising, mereka bisa memberikan data agar perusahaan bisa mengiklankan secara tepat," jelasnya.
Saat ini, semua data konsumen yang sudah mendaftarkan diri secara
sukarela, tersimpan di sebuah server yang lokasinya berada di luar
negeri. Namun, negara tidak bisa memberikan garansi keamanan terhadap
data itu, karena sepenuhnya menjadi milik perusahaan.
"Apakah sisi itu akan melanggar kedaulatan negara atau privasi warga negara kita," katanya.
Untuk itu, dia menyarankan pemerintah agar terlebih dulu memberikan
ketegasan pada perusahaan penyedia jasa transportasi berbasis aplikasi,
agar menentukan bidang jasa mereka di transportasi atau teknologi. Hal
ini untuk membuat aturan turunan mengenai persoalan ini.
"Kalau mau lihat playing field setara, mesti diputuskan ini perusahaan teknologi atau transportasi, kalau mau disatukan harus ada peraturan khusus," tuturnya.
Ruby pun meminta pemerintah bertindak secara tepat, agar masyarakat
memiliki kejelasan dan merasa aman saat menggunakan jasa transportasi.
"Saya tidak setuju dimatikan, tapi mesti dicari yang pas, dikembalikan
ke spiritnya mau main ke mana," ujar Ruby.
Senada dengan Ruby, Inosentius Samsul, ahli hukum perlindungan
konsumen, mengungkapkan tanpa kejelasan aturan, maka konsumen tidak
memiliki jaminan atau pegangan hukum ketika menghadapi masalah terkait
transportasi berbasis aplikasi.
"Status hukum pelaku usaha penting, misalnya tanggung jawab, katakan
pengguna jasa harus jelas statusnya apa memiliki izin, sehingga ketika
ada persoalan konsumen bisa menjawab," kata Inosentius.
Konsumen juga tidak bisa menggugat perusahaan penyedia jasa
transportasi berbasis aplikasi ini, saat mereka merasa dirugikan karena
datanya digunakan untuk kepentingan perusahaan.
"Kita belum memiliki undang-undang perlindungan data pribadi, karena
penggunaaan aplikasi adalah penggunaan teknologi menggunakan pendaftaran
dan data pribadi digunakan di sana, persoalan kalau data itu
disalahgunakan, sampai sekarang tidak ada perlindungan," bebernya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar dengan Bijaksana