Baca Juga
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak bergeming dengan
keluhan sejumlah nelayan tradisional yang terancam dari pembangunan
pulau reklamasi di pesisir pantai utara Jakarta.
Ahok berpendapat, nelayan di Jakarta tak pernah mengerti mengenai
kondisi laut di pesisir Jakarta. Menurutnya, tak pernah ada ikan di
pesisir Jakarta yang bisa ditangkap dan dijual oleh nelayan.
"Sekarang saya tanya, sebelum reklamasi kamu juga udah susah cari ikan di teluk Jakarta, mana ada ikan di teluk Jakarta, kamu kira teluk di Belitung? Kamu tanya, mana ada," ujar Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Kamis (14/04/2016).
Bahkan, Ahok menantang para nelayan yang mengeluhkan akan pembangunan
reklamasi untuk mencari ikan di pesisir Jakarta, terutama di wilayah
Marunda.
"Sekarang kalau dari dulu teluk Jakarta ada ikan, sekarang oke, ada yang belum direklamasi di Marunda, kamu bisa cari ikan enggak di situ?" tantang Ahok.
Untuk itu, proyek reklamasi akan tetap jalan meski dapat pertentangan
dari nelayan Tradisional. Karena Ahok yakin, pembangunan reklamasi tak
akan merusak lingkungan.
"Reklamasi akan jalan. Seluruh dunia akan lakukan reklamasi. Yang penting tidak merusak lingkungan, terus mesti adil. Juga membenahi rakyat dan negara. dan rakyat dapat apa ini penting," tandas Ahok.
Sementara itu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI)
menyesalkan pembangunan proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta. KNTI
menilai proyek tersebut telah menurunkan pendapatan nelayan sekitar 40
hingga 50 persen.
Penyebabnya, para nelayan khawatir akses mereka untuk melaut menjadi
terbatas sejak perairan utara Jakarta diprivatisasi dengan pulau-pulau
buatan tersebut.
Dampaknya, hasil tangkapan menurun drastis karena kualitas laut
Jakarta makin buruk. Reklamasi telah menambah tingkat kekeruhan air
sehingga nelayan harus pergi lebih jauh untuk menangkap ikan.
Selain itu, kegiatan pembangunan di pulau-pulau reklamasi juga
mengakibatkan laju arus air melambat hingga berpotensi menggenangi
kampung nelayan.
Dari sisi sosial, pulau reklamasi yang lebih diperuntukkan bagi warga
dengan penghasilan besar itu dianggap akan makin menunjukkan
kesenjangan sosial jika disejajarkan dengan tempat tinggal nelayan yang
sebagian besar merupakan perkampungan kumuh.
Meskipun pendapatan berkurang dan sebagian nelayan terpaksa
menyambung hidup dengan menjadi buruh serabutan, tidak banyak nelayan
yang ingin beralih profesi.
"Untuk beralih dari nelayan ke pekerjaan lain, kan tidak mudah, itu sudah jadi akar budaya mereka. Laut adalah bagian penting kehidupan nelayan," tutur Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Chalid Muhammad.
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar dengan Bijaksana